Minggu, 23 Oktober 2011

sejarah hizib miftah

“ SEJARAH SINGKAT HIZIB MIFTAH SHOLAWAT “

Setelah menamatkan pelajaran di pesantren Kyai Kholil (1235 – 1343 H) di Bangkalan Madura, Mahmuri yang lebih dikenal dengan sebutan Syekh Mahmuri pergi ke Tegal, di sana beliau mengajar ngaji sambil memperhatikan perkembangan ilmu-ilmu ghaib (baik aliran putih maupun aliran hitam) yang ada di Jawa Tengah, khususnya Tegal semua informasi yang ada tentang ilmu-ilmu ghaib dikumpulkannya, berikut dengan amalan-amalannya, dan kelebihan-kelebihan serta kelemahan - kelemahannya.
Sesudah sekian lama memperhatikan semua itu, beliau kembali ke Bangkalan untuk menemui Kyai Kholil dengan maksud melaporkan semua apa yang beliau peroleh selama berada di tegal, terutama mengenai masalah ilmu-ilmu ghaib, pelu diketahui pada saat itu Tegal merupakan salah satu pusat perkembangan ilmu ilmu ghaib terbesar di pulau jawa, jadi boleh dikatakan seluruh cabang ilmu ghaib baik yang aliran putih maupun               aliran hitam yang ada di pulau jawa ada pula di Tegal.
Kepada Syekh Mahmuri, Kyai Kholil mengatakan, “Bahwa hampir semua ilmu ghaib yang ada di pulau Jawa sudah beliau kuasai (tentu saja semua ilmu ghaib aliran putih) dan semua ilmu ghaib aliran hitam juga telah beliau tundukan, termasuk semua yang ada dalam catatan Syekh Mahmuri, Dari pertemuan itu, satu hizib yang menjadi andalan Kyai Kholil telah pula masuk ke dalam catatan Syekh Mahmuri”.
Kyai Kholil dikenal sebagai seorang Kyai yang dalam bahasa Jawanya disebut “Waskita, wruh sak durunge winarah”, yang berarti “Mengetahui segala sesuatu yang belum terjadi”, Oleh karena itu Syekh Mahmuri berusaha bertanya : “Pak Kyai, apakah ada lagi suatu ilmu ghaib aliran putih yang mampu menundukan seluruh ilmu-ilmu ghaib yang ada?”, Setelah menginap beberapa malam disana, barulah Syekh Mahmuri memperoleh jawabannya, Jawab Kyai Kholil adalah : “Ya ada, akan tetapi belum diturunkan oleh-Nya”.
Oleh Kyai Kholil, Syekh Mahmuri diajarkan atau diberi petunjuk tentang cara bagaimana usaha serta do’a untuk memperoleh ilmu tersebut, Yang kesemuanya itu tidak lebih dari sekedar mengikhaskan seluruh ibadah dan hanya berharap kasih sayang-Nya semata-mata lillahi Ta’ala.
Setelah itu kemudian Syekh Mahmuri kembali ke Tegal untuk melaksanakan semua petunjuk yang telah diberikan oleh Kyai Kholil Bangkalan.
Perlu diketahui juga, bahwa Kyai Kholil adalah salah seorang dari murid Syekh Nawawi Al-Bantani bin Umar, anak didiknya yang lain kini telah menjadi ulama-ulama terkemuka di Indonesia, antara lain : “KH Hasyim As’ari (Tebuireng, Jawa Timur), KH Nahjun (Tangerang, Banten), KH Asnawi (Caringin, Banten), KH Abdul Ghaffar (Tirtayasa, Banten) dan KH Tubagus Bakri (Purwakarta, Jawa Barat)”.
Secara kebetulan pada waktu itu di Pondok Pesantren Bangkalan Madura, tinggalah seorang anak laki-laki yatim piatu yang berumur 13 (tiga belas) tahun asal Tegal yang bernama Soedadi Noer.
Ia tinggal di sana hanya sebagai khadam (pesuruh) bagi Kyai Kholil, Karena karomah bisa melihat ke depan yang dimiliki Kyai Kholil, beliau segera dapat mengetahui, bahwa bakat yang dimiliki oleh anak laki-laki muda yang tinggal bersamanya itu bukanlah dalam hal ilmu agama umum.
Maka sebagai tanda dan rasa terima kasih kepada anak muda yang telah berbakti kepadanya selama sekian tahun (+ 5 tahun), beliau menyuruh anak muda itu untuk pergi ke Tegal (pulang) untuk mendampingi Syekh Mahmuri yang diharapkan kelak bersedia mewariskan ilmu yang akan diturunkan Allah SWT baginya itu kepada Soedadi Noer.
Puji syukur Alhamdulillah, setelah memakan waktu tidak kurang dari tiga tahun, dengan kasih sayang dan karunia dari Allah yang Maha Agung lagi Maha Mulia, akhirnya ilmu yang dinanti-nantikan turun juga, yaitu sekitar 10 (sepuluh) malam terakhir di bulan ramadhan tahun 1342 H atau pada bulan April 1923 M “yang kemudian dihitung dari 100 (seratus) harinya turunnya ilmu tersebut Syekh Mahmuri meninggal dunia, dan kurang lebih tepat setahun kemudian KH Kholil dipanggil oleh-Nya, yaitu pada tanggal 29 Ramadhan 1343 H atau pada bulan April 1924 M” Semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat dan maghfirahn-Nya kepada beliau berdua, Amin.
Sesampainya di Bangkalan Madura, ternyata untuk menyambut kedatangan mereka berdua (Syekh Mahmuri dan Soedadi Noer), Kyai Kholil telah mempersiapkan 12 orang ulama andalannya untuk menguji kemampuan dan keandalan serta keampuhan ilmu yang baru diperoleh oleh Syekh Mahmuri, yang masing-masing dari mereka telah menguasai satu hizib tertentu secara sempurna, diantaranya adalah : Hizib Nashar, Hizib Al-Hikmah, Hizib Al-Lathiif, Hizib Al-Bahri dan lain sebagainya, Lalu sebagai jawaban dari Syekh Mahmuri atas semuanya itu, beliau menjawab dengan mantap tanpa disertai kurangnya rasa hormat beliau kepada Kyai Kholil dan yang lainnya, “Silahkan hadapi murid saya (Soedadi Noer) dulu”.
Memang hasilnya ternyata sesuai dengan perkiraan Kyai Kholil sendiri, jangankan satu lawan satu, “dikeroyok” dengan 12 macam ilmupun, ilmu baru itu tidak tertandingi, Bahkan sampai-sampai ilmu andalan Kyai Kholil sendiri gugur di tangan Soedadi Noer”.
Akhirnya ilmu baru itupun disahkan oleh Kyai Kholil sebagai suatu “amalan” yang baik dan haq, Dikarenakan pada waktu itu Kyai Kholil telah menguasai kurang lebih dari tujuh puluh macam hizib (ilmu ghaib) aliran putih dan ternyata dengan izin Allah Rabbul Jalaali seluruhnya berhasil ditundukan oleh ilmu baru tersebut.
Maka diberi namalah ilmu baru tersebut dengan nama “MIFTAHUL AHZAAB”, yang berarti “Pengunci Seluruh Ilmu” yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan “MIFTAHUL HIZIB”, Dan konon menurut kabar dari sumber yang dapat dipercaya, yaitu guru kita sendiri “Al-Mukarrom K.H Akhmad Soleh”, Konon pada akhirnya Kyai Kholil pun turut mengamalkan ilmu tersebut.
Kemudian menyebarlah ilmu tersebut ke seluruh pelosok pulau jawa dengan pembimbing tunggal Pak Soedadi Noer (yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan Kyai Soedadi Noer).
Sekarang beliau sudah almarhum (+ pada usia 85 tahun) semoga beliau ridha kepada-Nya dan Allahpun ridha kepada beliau pula amin.
Dan selanjutya tugas untuk mengembangkan ilmu “MIFTAAHUL HIZIB” ini diambil alih oleh murid-muridnya yang sangat senior, diantaranya guru kita sendiri Al-Mukarom Al-Ustadz Abdul Khair Muhammad Amin, Almarhum.
Penyebaran Ilmu Sholawat ini sudah sampai ke pelosok Tanah air : Sumatera, Kalimantan, bahkan Malaysia, Singapura dan Brunei Darussalam.
Perlu diketahui pula bahwa nama “MIFTAHUL JINAAN”, untuk ilmu ini didapat dari salah seorang keturunan Nabi SAW yang bernama Al-Habib Thoha Alatas, dimana menurut beliau ilmu ini telah terdaftar/tercantum di dalam kitabnya yang memuat semua ilmu-ilmu ghaib di seluruh dunia, baik yang sudah maupun yang belum diturunkan oleh-Nya.
Sedangkan nama “ILMU SHOLAWAT” untuk ilmu ini, karena penitik beratannya didasarkan pada Sholawat Nabi SAW.".
Top of Form
Bottom of Form